5 Tuntutan BEM UI soal Pembubaran FPI
Rajanusantara - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) memberikan pernyataan terkait pembubaran FPI. BEM UI mengkritisi terkait pembubaran ormas tanpa melalui mekanisme peradilan.
Pernyataan sikap tersebut disampaikan oleh BEM UI pada Minggu (3/1/2021) kemarin. Dalam keterangannya, BEM UI menyoroti SKB Menteri yang digunakan sebagai landasan dalam membubarkan FPI.
Ketua BEM UI, Fajar Adi Nugroho menilai SKB Menteri yang diterbitkan kemarin tidak selarasnya ditinjau dengan penggunaan UU nomor 17 tahun 2003 yang telah diubah dengan Perppu nomor 2 tahun 2017. Fajar menyebut langkah tersebut tidak merefleksikan Indonesia sebagai negara hukum.
"Prosedur dan landasan atas keputusan dilarangnya organisasi kemasyarakatan tersebut tidak merefleksikan Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD NRI 1945. Tidak selarasnya muatan SKB tersebut dapat ditinjau dengan penggunaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan ("UU Ormas") yang menghapuskan mekanisme peradilan dalam proses pembubaran organisasi kemasyarakatan," kata Fajar dalam keterangannya, Senin (4/1/2021).
Fajar lalu merujuk pada penjelasan Mantan Ketua MK, Jimly Asshidiqi terkait hukum dan perundang-undangan yang tidak boleh ditetapkan secara sepihak. Menurutnya hukum tidak bisa dibentuk untuk menjamin kepentingan segelintir orang yang berkuasa.
"Sebagaimana diuraikan oleh Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, S.H. Beliau memaparkan bahwa hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa secara bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Pasalnya, hukum memang tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan segelintir orang yang berkuasa, tetapi menjamin kepentingan akan rasa adil bagi semua orang tanpa terkecuali," ujarnya.
Tak hanya itu, Fajar juga mengkritisi Maklumat Kapolri No. 1/Mak/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI. Menurutnya pada Maklumat Kapolri nomor 2d yang berisi tentang larangan mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial cenderung problematis.
"Padahal, mengakses konten internet adalah bagian dari hak atas informasi yang dijamin oleh ketentuan Pasal 28F UUD 1945 serta Pasal 14 UU HAM. Aturan Maklumat Kapolri a quo tentu saja akan dijadikan aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan-tindakan represif dan pembungkaman, khususnya dalam ranah elektronik," ujarnya.
Atas dasar itulah, BEM UI mengeluarkan 5 sikap terkait pembubaran FPI sebagai ormasi tanpa mekanisme peradilan:
1. mendesak negara untuk mencabut SKB tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI dan Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI;
2. mengecam segala tindakan pembubaran organisasi kemasyarakatan oleh negara tanpa proses peradilan sebagaimana termuat dalam UU Ormas;
3. mengecam pemberangusan demokrasi dan upaya pencederaian hak asasi manusia sebagai bagian dari prinsip-prinsip negara hukum;
4. mendesak negara, dalam hal ini pemerintah, tidak melakukan cara-cara represif dan sewenang-wenang di masa mendatang; dan
5. mendorong masyarakat untuk turut serta dalam mengawal pelaksanaan prinsip-prinsip negara hukum, terutama perlindungan hak asasi manusia dan jaminan demokrasi oleh negara.
Tidak ada komentar: